SELAMAT DATANG

Delete this widget from your Dashboard and add your own words. This is just an example!

M.HASAN

M.HASAN
ALLAH AKAN MENGANGKAT DRAJAT ORANG ORANG YANG BER ILMU

PPMU

PPMU
SEMOGA ALLAH MELIMPAHKAN RAHMAT PADA PENGASUH PMMU AMIIN

PENDIDIKAN SEBAGAI INVESTASI INDIVIDU

Jumat, 08 Juli 2011

PENDIDIKAN SEBAGAI INVESTASI INDIVIDU:
KAJIAN EKONOMI PENDIDIKAN

A. Pendahuluan
Pendidikan dapat dikatakan sebagai proses pemberdayaan, yaitu proses untuk mengungkapkan potensi yang ada pada manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kepada keberdayaan masyarakat lokal, kepada bangsanya, dan pada akhirnya pada masyarakat global. Dengan demikian pendidikan perlu diarahkan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak didik agar mampu mandiri. Setiap anak didik perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal, seperti konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilan. Inilah makna pendidikan yang harus senantiasa dipegangi oleh para pendidik, yaitu mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dalam kamus Webster’s New Wordl Dictionary , sebagaimana dikutip oleh Nanang Fattah, pendidikan dirumuskan sebagai proses pengembangan dan latihan yang mencakup aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan kepribadian (character), terutama yang dilakukan dalam suatu bentuk formula (per sekolahan) kegiatan pendidikan mencakup proses dalam menghasilkan (production) dan transfer (distribution) ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh individu atau organisasi belajar (learning organization).
Berbicara lebih lanjut tentang pendidikan dapat melibatkan berbagai aspek sudut pandang.Ada yang memandang pendidikan dari sudut filsafat, maka lahirlah Filsafat Pendidikan. Ada yang memandang pendidikan dari sudut manajemen, maka lahirlah Manajemen Pendidikan. Ada yang memandang pendidikan dari sudut teologi maka lahirlah Teologi Pendidikan, dan ada pula yang memandang pendidikan dari sudut ekonomi, maka muncul pula kajian Ekonomi Pendidikan.
Ekonomi pendidikan merupakan bagian yang terpenting dari ilmu ekonomi yang merupakan hal yang tak terpisah dari ilmu ekonomi sumber daya manusia untuk pembangunan nasional. Elchanan Cohn yang dikutip oleh Nanang Fattah mendefinisikan ekonomi pendidikan sebagai,”suatu studi tentang bagaimana manusia, baik secara perorangan maupun di dalam kelompok masyarakatnya membuat keputusan dalam rangka mendayagunakan sumber-sumber daya yang terbatas agar dapat menghasilkan berbagai bentuk pendidikan dan latihan, pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan, pendapat, sikap dan nilai-nilai khususnya melalui pendidikan formal , serta bagaimana mendiskusikannya secara merata (equal) dan adil (equality) di antara berbagai kelompok masyarakat.”
Dari beberapa pemikiran di atas jelas tergambar bahwa pengertian pendidikan maupun ekonomi pendidikan berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM). Di mana persoalan SDM ini merupakan persoalan setiap bangsa. Maknanya bagi bangsa yang ingin maju dan unggul harus menyiapkan SDM nya baik secara individu maupun masyarakat menjadi SDM yang unggul pula. Dan ini tentunya tidak akan terlepas dari peran pendidikan. Karena pendidikan merupakan wahana yang paling strategis untuk mempersiapkan individu dan masyarakat ke arah yang diinginkan oleh setiap bangsa atau negara. Dengan demikian jika bangsa kita ingin menjadi bangsa yang maju dan unggul, tidak bisa tidak harus mempersiapkan SDM yang unggul atau berkualitas pula. Dan sebagai konsekwensinya pendidikan harus dipandang sebagai usaha bagaimana Negara memberikan pelayanan kepada warganya untuk siap menyonsong hari depan yang lebih baik. Dan ini mengandung arti pendidikan merupakan investasi, oleh karena itu lembaga penyelenggara pendidikan harus memikirkan efisiensi dan efektivitas dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Sejalan dengan pernyataan di atas tepat sekali pribahasa Cina yang mengatakan:”Jika anda berencana untuk satu tahun, tanamlah biji-bijian ; Jika anda berencana sepuluh tahun , tanamlah pepohonan; Jika anda berencana untuk seribu tahun, tanamlah manusia.” Dengan demikian, melalui pendidikan manusia “ditanam” dan dengan pendidikan pula masa depan dibangun.
Makalah ini akan berbicara tentang Pendidikan Sebagai Investasi Individu, namun sebelum topik inti dibahas, terlebih dahulu dibahas pengertian investasi dan peranan pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar lebih mudah memahami isi makalah dan sebagai “jalan masuk” kepada inti pembahasan. Dengan demikian sistematika pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:

A. Pendahuluan
B. Pengertian Investasi
C. Peranan Pendidikan
D. Pendidikan Sebagai Investasi Individu
E. Penutup.
B. Pengertian Investasi
Kata investasi berasal dari bahasa Inggeris investment yang berarti penanaman (uang, modal). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan arti investasi sebagai berikut: 1.Penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan; 2. Jumlah uang atau modal yang ditanam. Sedangkan modal diartikan dengan: 1.Uang yang dipakai sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang, dsb; harta benda (uang,barang, dsb) yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan dan sebagainya. 2. Barang yang dipergunakan sebagai dasar atau bekal untuk bekerja (berjuang dsb).
Di antara klasifikasi modal yang dijelaskan, juga terdapat modal manusiawi yang berarti bentuk modal yang berupa keterampilan dan kecakapan.
Mengacu pada pengertian investasi yang dikemukakan di atas, jelas bahwa investasi tidak hanya menyangkut dengan uang sebagai modal utama untuk menghasilkan keuntungan di masa depan, tetapi juga mencakup SDM yang berupa keterampilan dan kecakapan yang dimiliki seseorang. Pengertian investasi ini sangat relevan dengan pendidikan, di mana dengan adanya pendidikan, keterampilan dan kecakapan seseorang akan semakin baik dan bertambah.
Sementara itu Nanang Fattah dengan mengutip Cohn (1979) mengartikan investasi sebagai,”upaya untuk meningkatkan nilai tambah barang ataupun jasa di kemudian hari dengan mengorbankan nilai konsumsi sekarang.” Dengan penjelasan ini dapat dimengerti bahwa seseorang yang berinvestasi melalui pendidikan akan merasakan atau memetik manfaatnya dikemudian hari atau di masa depan. Dan seseorang itu harus tahan berkorban dan “mengeyampingkan” kesenangannya atau keinginannya untuk beberapa saat sesuai dengan kondisi yang ditempuhnya. Contohnya seperti kita sekarang yang sedang menjalani pendidikan S2. Tidak sedikit pengorbanan yang dikeluarkan, sedang “buah” yang akan dipetik masih belum kelihatan.
C. Peranan Pendidikan

Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai bangsa. Pendidikan telah terbukti mampu mengembangkan sumber daya manusia yang merupakan karunia Allah Swt., serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan sehingga kehidupan manusia semakin beradab.
John Vaisey sebagaimana dikutip oleh Malik Fajar, mengemukakan bahwa pendidikan adalah dasar dari pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, sains dan teknologi, menekan dan mengurang kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, serta peningkatan kualitas peradaban pada umumnya. Selanjutnya dikemukakan juga oleh John Vayse bahwa sejumlah besar dari apa yang kita ketahui diperoleh dari proses belajar secara formal di lembaga-lembaga pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi).
Berdasarkan pandangan di atas, Cristope J. Lucas begitu yakin bahwa pendidikan menyimpan kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan keseluruhan aspek lingkungan hidup dan dapat memberikan informasi yang paling berharga mengenai pegangan hidup masa depan di dunia, serta membantu anak didik dalam mempersiapkan kebutuhan hidup yang esensial demi menghadapi perubahan di masa depan. Sementara itu John Dewey berpendapat bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup (a neccesity of life), sebagai bimbingan (a direction), sebagai sarana pertumbuhan(as growt), yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup. Pendidikan mengandung misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup serta perubahan-perubahan yang terjadi.
Uraian di atas menggambarkan bahwa pendidikan amat berperan dalam mengembangkan potensi individu dan masyarakat baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Pendidikan juga amat berperan dalam pertumbuhan ekonomi, sains dan teknologi. Lebih dari itu, pendidikan juga amat berperan dalam penyiapan SDM yang berkualitas untuk menghadapi hidup di masa depan. Dengan demikian pendidikan harus bersifat futuristik.
Sejalan dengan pendidikan harus berorientasi masa depan (futuristik), tepat sekali apa yang dikatakan oleh Ali Bin Abi Thalib demikian, “didiklah anak-anakmu, sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, dan bukan untuk zamammu.” Oleh karena itu peranan pendidikan dalam Islam akan melahirkan wajah-wajah individu dan masyarakat Qur’ani di masa depan sebagai berikut:
1.Wajah kekeluargaan dan persaudaraan yang menumbuhkan sikap egaliter (QS 49:10,11,13).
2. Wajah yang penuh kemuliaan sebagai makhluk yang berakal dan dimuliakan (QS 8:4; 16:70;17:23;25:72;33:34;49:13:56:77;69:40;89:17;96:3).
3. Wajah yang bercahaya yang menumbuhkan jalan terang bagi lingkungannya (QS 5:15;6:122;4:174;14:1;24:35;33:46;39:22;66:8).
4. Wajah yang kreatif yang menumbuhkan gagasan baru dan bermanfaat bagi kemanusiaan (QS 23:14).
5. Wajah yang penuh keterbukaan yang menumbuhkan prestasi kerja dan pengabdian mendahului prestise (QS 6:132).
6. Wajah yang monokotomis yang menubuhkan integralisme sistem ilahiah ke dalam sistem insaniah dan sisitem kauniah (QS 2:25,38;3:9;4:135).
7. Wajah keseimbangan yang menumbuhkan kebijakan dan kearifan dalam pengambilan keputusan (QS 55:78).
8. Wajah kasih sayang yang menumbuhkan karakter dan aksi solidaritas dan sinergi (QS 7:151,156, dan seterusnya;21:107;17:24;30:21;31:3;48:29;80:31;90:17).
9. Wajah altruistik yang menumbuhkan rasa kebersamaan dalam mementingkan orang lain (QS 59:9).
10. Wajah demokratis yang menumbuhkan rasa penghargaan dan penghormatan terhadap persepsi dan aspirasi yang berbeda (QS 9:60;59:7).
11. Wajah keadilan yang menumbuhkan persamaan hak serta perolehan (QS 5:8 dan seterusnya).
12. Wajah disiplin yang menumbuhkan keteraturan dan ketertiban dalam kehidupan (QS 2:187 dan seterusnya; 24:51;59:18).
13. Wajah manusiawi yang menumbuhkan usaha menghindarkan diri dari dominasi dan eksploitasi (QS 2:256;40:8,9).
14. Wajah yang penuh kesederhanaan yang menumbuhkan rasa dan karsa menjauhkan diri dari pemborosan dan kemubaziran (QS 2:165;3:15,17,185 dan seterusnya;4:135 dan seterusnya;7:131;79:38,39).
15. Wajah yang intelektual atau terpelajar yang menumbuhkan daya imajinasi dan daya cipta (QS 58:11).
16. Wajah yang bernilai tambah (value added) (QS 22:78;53:39;59:18 dan seterusnya).
Karena untuk melahirkan SDM yang berkualitas di masa depan bukanlah pekerjaan ringan dan mudah, tentunya dibutuhkan guru atau pendidik yang berkemampuan tinggi dalam transfer of heart, transfer of head, dan transfer of hand kepada anak didik dan lingkungannya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas terlihat bahwa posisi pendidikan sangat strategis dalam mewujudkan SDM yang dicita-citakan. Posisi strategis pendidikan ini menurut Harold G. Shane , karena pendidikan memiliki empat potensi yang secara tegas signifikan dengan kehidupan masa depan.Pertama,pendidikan menyediakan wahana yang telah teruji untuk implementasi nilai-nilai masyarakat yang berubah, hasrat masyarakat yang muncul dan menimbulkan nilai-nilai baru. Sekolah tidak menciptakan hari esok tetapi dapat mencerminkan kebudayaan yang berubah dan menyiapkan anak-anak untuk berperan serta secara lebih efektif dengan usaha secara terus menerus untuk mendapatkan jalan hidup yang baik. Kedua, pendidikan dapat dipakai untuk menanggulangi masalah-masalah sosial tertentu. Ketiga, pendidikan telah memperlihatkan kemampuan yang tinggi untuk menerima dan mengimplementasikan alternatif-alternatif baru. Dan keempat, pendidikan merupakan cara terbaik yang dapat ditempuh masyarakat untuk membimbing perkembangan manusia, sehingga pengalaman dari dalam berkembang pada setiap anak dan karena itu ia terdorong untuk memberikan konsentrasi pada kebudayaan manusia yang lebih baik serta dapat dikembangkan dalam suasana psikologis yang baik pula.
Pakar lain, John C. Bock, dalam Education and Development: A Conflict Meaning, mengidentifikasi peran pendidikan sebagaimana dikutip oleh Zamroni sebagai berikut: a) memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa, b) mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan mendorong perubahan sosial, dan c) untuk meratakan kesempatan dan pendapatan.
Mencermati apa yang dikemukakan John C Bock di atas, bahwa peran yang pertama merupakan fungsi politik pendidikan, sedangkan dua peran yang disebut kemudian merupakan fungsi ekonomi. Pendapat kedua pakar yang disebutkan di atas, Harold G. Shane dan John C Bock, tampak saling melengkapi tentang peran pendidikan yang dibahas dalam makalah ini.
Sementara itu, Ratna Megawangi dkk, mengidentifikasi 3 (tiga)hal yang dapat dikatakan sebagai peran pendidikan, yaitu:
1. Menyiapkan individu sebagai Lifelong Learners (Pembelajar Sejati)
Abad ke-21 ditandai oleh perubahan yang begitu cepat dalam berbagai aspek kehidupan manusia, dan laju perubahan ini akan jauh lebih cepat prosesnya dibandingkan dengan abad sebelumnya. Agar dapat beradabtasi dengan lingkungan yang terus berubah, manusia harus mampu belajar suatu hal yang baru dengan cepat, kreatif dalam mencari solusi masalah, serta selalu mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar. Dengan demikian sekolah harus mampu mempersiapkan siswanya untuk menjadi pembelajar sejati.
Manusia pembelajar adalah orang-orang yang menjadikan kegiatan belajar (proses mengubah tingkah laku menuju kondisi yang lebih baik) sebagai bagian dari kehidupan dan kebutuhan hidupnya. Sudarwan Danim menyebutkan 5 pilar manusia pembelajar sebagai berikut:
a. Rasa ingin tahu
b. Optimisme
c. Keikhlasan
d. Konsistensi
e. Pandangan visioner.

2. Menyiapkan individu yang mempunyai komitmen terhadap perdamaian dan perwujudan dunia yang lebih baik .
3. Menyiapkan individu yang mempunyai daya saing tinggi dalam dunia kerja.
D. Pendidikan Sebagai Investasi Individu
Pendidikan dalam pandangan tradisional selama sekian dekade dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat, dalam konteks ini pelayanan pendidikan sebagai bagian dari public service atau jasa layanan umum dari negara kepada masyarakat yang tidak memberikan dampak langsung bagi perekonomian masyarakat . Sehingga pembangunan pendidikan tidak menarik untuk menjadi tema perhatian, kedudukannya tidak mendapat perhatian yang menarik dalam gerak langkah pembangunan. Opini yang berkembang justru pembangunan sektor pendidikan hanyalah sektor yang bersifat memakan anggaran tanpa jelas manfaatnya (terutama secara ekonomi).Pandangan demikian membawa orang pada keraguan bahkan ketidakpercayaan terhadap sektor pendidikan sebagai fondasi bagi kemajuan pembangunan di segala sektor. Ketidakyakinan ini misalnya terwujud dalam kecilnya komitmen anggaran untuk sektor pendidikan. Mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan dianggap membuang-buang uang yang tidak bermanfaat. Akibatnya alokasi anggaran sektor pendidikan, biasanya sisa setelah yang lain terlebih dahulu.
Apa yang dipaparkan di atas juga dirasakan di negara kita, sepertinya pemerintah belum mempunyai komitmen yang tulus dan kuat untuk berinvestasi melalui pendidikan.Disinyalir oleh Lawrence Summers, Menteri Keuangan Amerika Sarikat pada awal juli 2000, bahwa salah satu dari lima penyebab kegagalan negara berkembang ialah karena kurang perhatiannya pada investasi di bidang pendidikan (Kompas, 2000:14). Kemudian empat faktor penyebab kegagalan lainnya bagi negara berkembang meliputi : (1) diabaikannya mekanisme pasar; (2) lemahnya sistem kelembagaan dan hukum; (3) tidak terintegrasikannya perekonomian nasional dengan kekuatan ekonomi global ; dan (4) kurang terpenuhinya kebutuhan dasar warganya. Selain itu juga dapat kita baca di media masa yang mempersoalkan anggaran pendidikan yang hanya 11,8 persen dari 20 persen yang seharusnya dianggarkan menurut undang-undang. Ini jelas menunjukkan rendahnya komitmen pamerintah untuk berinves di bidang pendidikan. Padahal di negara-negara maju mempunyai kecendrungan yang amat kuat dan jelas semakin meningkatkan investasinya dalam dunia pendidikan.
Cara pandang tradisional tersebut di atas sekarang ini sebenarnya telah mulai bergeser sejalan dengan ditemukannya pemikiran dan bukti ilmiah akan peran dan fungsi vital pendidikan, yang sebagian telah penulis paparkan pada poin C, dalam memahami dan memposisikan manusia sebagai kekuatan utama sekaligus prasyarat bagi kemajuan suatu bangsa.
Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi (education as invesment) telah berkembang secara pesat dan semakin diyakini oleh banyak negara bahwa pembangunan sektor pendidikan merupakan prasarat kunci bagi pertumbuhan sektor-sektor pembangunan lainnya. Konsep tentang investasi sumber daya manusia (human capital invesment) yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi (economic growth), sebenarnya telah mulai dipikirkan sejak jaman Adam Smith , Heinrich Von Thunen ( dan para teoritisi klasik lainnya sebelum abad ke 19 yang menekankan pentingnya investasi keterampilan manusia.
Pemikiran ilmiah tersebut baru menemukan memontumnya pada tahun 1960-an ketika pidato Theodore Schultz pada tahun 1960 yang berjudul “Invesment in Human Capital” di hadapan The American Economic Association. Pesan utama pidato tersebut sederhana, bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, akan tetapi juga merupakan suatu investasi. Lebih lanjut Schultz memperlihatkan bahwa pembangunan sektor pendidikan dengan manusia sebagai fokus intinya telah memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja. Penemuan dan cara pandang ini mengundang ketertarikan sejumlah ahli untuk meneliti mengenai nilai ekonomi dari pendidikan.
Cohn sebagaimana dikutip Moch. Idochi Anwar memperinci empat nilai ekonomi pendidikan: Pertama, berdasarkan pendekatan human capital yang mengkonstantasi hubungan linier antara invesment of education dengan higher productivity dan higher earning. Maksudnya, manusia sebagai modal dasar yang dinvestasikan dalam pendidikan akan menghasilkan manusia terdidik yang produktif, dan meningkatnya penghasilan sebagai akibat dari kualitas kinerja yang ditampilkan oleh manusia terdidik tersebut. Kedua, berdasarkan pendekatan radikal yang menyatakan bahwa pendidikan yang lebih baik diperuntukkan bagi tingkatan ekonomi tinggi. Tingkatan pendidikan sebagai penentu masa depan manusia harus mendukung seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan kemampuan akademik dan sosial mereka. Ketiga, berdasarkan taxonomy of education benefit diperlihatkan bahwa peningkatan kapasitas penghasilan manusia terdidik berhubungan nyata dengan tingkat pendidikan. Aktualisasi pendidikan pada level tertentu menggambarkan keterkaitan antara private dengan social benefit pendidikan.
Apa yang Cohn kemukakan pada poin pertama di atas tampaknya sulit untuk dibantah, semakin terdidik seseorang akan semakin produktiv dan berkualitas hasil kerjanya dan dengan demikian akan berdampak pada penghasilannya. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan ia memiliki keterampilan teknis yang diperolehnya dari pendidikan. Oleh karena itu, salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Adanya pendidikan life skill dan broad based education adalah untuk mengembangkan keterampilan hidup tersebut. Untuk menghasilkan SDM yang produktif seperti yang dijelaskan di atas jelas tidak mudah.Dengan demikian perlu dirancang pengembangan SDM yang meliputi:
1.Penggunaan pendekatan pendidikan dan pelatihan yang sistematis dan terencana;
2. Penerapan kebijakan dari pengembangan yang berkesinambungan;
3. Penciptaan dan pemeliharaan organisasi pembelajaran;
4. Pemastian bahwa seluruh kegiatan pendidikan dan pelatihan terkait dengan kinerja;
5. Adanya perhatian khusus untuk pengembangan manajemen dan perencanaan karir.
Sedangkan pada poin kedua tampaknya tidak sesuai dengan konsep demokrasi dalam pendidikan. Di mana pendidikan itu diperuntukan untuk semua warga negara tanpa membedakan antara kaya dan miskin. Memang pada situasi tertentu apa yang dikemukakan Cohn tersebut ada benarnya. Dan untuk poin ketiga yang dikemukakan Cohn sepertinya juga sulit dibantah. Berikut penulis kutipkan pernyataan Francis Wahono yang mendukung tesis di atas:
Bahwa masuk sistem persekolahan adalah harapan atau kadang mimpi menaikkan jenjang status ekonomi sosial dan produktivitas bangsa memang bukan sebuah mimpi kosong atau fatamorgana. Pasar pemekerjaan dan upah/gaji yang berlaku serta investasi manusia yang handal di masyarakat kita menunjukkan keterkaitan erat dengan jenjang pendidikan formal dan pelatihan yang dicapai. Tabel 8 dengan jelas menunjukkan kecendrungan keterkaitan itu. Dari tahun 1976 sampai tahun 1986 misalnya, pendapatan pekerja lulusan Perguruan Tinggi adalah 1.5 kali pendapatan mereka yang lulus Sekolah Menengah Atas.
Sementara itu di Amerika Sarikat (1992), seseorang yang berpendidikan doktor memiliki penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dollar, master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta dolar.
Investasi dalam pendidikan juga menunjukkan tingkat pengembalian (rate of return) yang lebih tinggi daripada investasi fisik di bidang lain. Tingkat pengembalian pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja.Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan tingkat pengembalian investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modan fisik, yaitu 20% dibanding 15%. Sementara itu, di negara-negara maju tingkat pengembalian investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik, yaitu 9% dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan karena jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan , sehingga tingkat upah lebih tingi dan menyebabkan tingkat pengembalian terhadap pendidikan juga tinggi.
Dari uraian-uraian di atas semakin jelas bahwa pendidikan bagi individu merupakan investasi bagi dirinya sendiri untuk menghadapi tantangan hidup di masa depan, yang sekaligus menunjukkan keberhasilan pendidikannya. Keberhasilan pendidikan seseorang atau individu setidaknya dapat dilihat dari indikator sebagai berikut:
1. dapat tidaknya seorang lulusan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi,
2. dapat tidaknya memperoleh pekerjaan,
3. besarnya penghasilan (gaji) yang diterima,
4. sikap prilaku dalam konteks sosial, budaya , dan politik.
Sejalan dengan apa yang dikemukakan Nanang Fattah di atas, Danil Golemen beranggapan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat, termasuk didunia kerja sebagian besar ditentukan oleh kecerdasan emosi (80 %) dan hanya 20 % ditentukan oleh faktor kecerdasan kognitif (IQ).
Sementara itu George Boggs (dalam Jefferson center, 1977) menunjukkan dalam penelitiannya bahwa ada 13 indikator penunjang keberhasilan seseorang di dunia kerja, dan ternyata dari 13 indikator tersebut, 10 di antaranya (hampir 80 %) adalah kualitas karakter seseorang, sementara hanya 3 indikator saja yang berkaitan dengan faktor kecerdasan (IQ). Indikator-indikator tersebut adalah:
1. Jujur dan dapat diandalkan
2. Bisa dipercaya dan tepat waktu
3. Bisa menyesuaikan diri dengan orang lain
4. Bisa bekerjasama dengan atasan
5. Bisa menerima dan menjalankan kewajiban
6. Mempunyai motivasi kuat untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas diri
7. Berfikir bahwa dirinya berharga
8. Bisa berkomunikasi dan mendengarkan secara efektif
9. Bisa bekerja mandiri dengan supervisi minimum
10. Dapat menyelesaikan masalah pribadi dan profesinya
11. Mempunyai kemampuan dasar (kecerdasan)- IQ
12. Bisa membaca dengan pemahaman memadai- IQ
13. Mengerti dasar-dasar matematika (berhitung)- IQ.
Apa yang tertera di atas, tergambar bahwa 10 dari 13 indikator (77 %) tersebut berkaitan dengan karakter yang merupakan domain otak kanan , dan sisanya (23 %) berkaitan dengan otak kiri. Dan kesemuanya ini adalah tugas pendidikan untuk mewujudkannya.
Hasil studi lain menunjukkan adanya korelasi signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi anaknya dan angka harapan hidup. Dengan demikian semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan semakin baik pula tingkat kesehatannya.





E. Penutup
Pendidikan merupakan instrumen yang amat penting bagi setiap bangsa untuk meningkatkan daya saingnya dalam percaturan politik, ekonomi, hukum, budaya dan pada tata kehidupan masyarakat dunia global. Semakin intensif suatu bangsa melakukan investasi dalam dunia pendidikan, akan semakin meningkat daya saing bangsa itu. Demikian halnya dengan bangsa kita, jika ingin maju dan unggul harus menjadikan pendidikan sebagai investasi jangka panjang. Begitu pula dengan setiap individu. Dengan berinvestasi melalui pendidikan, seseorang harus berprinsip”Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Atau meminjam ungkapan falsafah jawa, “Wani ngalah duwur wekasane” (Berani mengalah, namun akhirnya menang).












DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ahmad, Khursyid, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, Surabaya: Pustaka Progressif,1992.
Anwar, Moch. Idochi, Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan (Teori, Konsep dan Isu), Bandung: Alfabeta, 2004.
Bastian Indra, Akuntansi Pendidikan, Jakarta: Erlangga, 2007.
Cahayani, Ati, Strategi Dan Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Indeks, 2005.
Danim, Sudarwan, Menjadi Komunitas Pembelajar: Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Danumihardja, Mintarsih, Manajemen Keuangan sekolah, Jakarta: Uhamka Press, 2004.

Fadjar, A. Malik, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Editor: Mustofa Syarif dan Juanda Abu Bakar, Jakarta: LP3NI, 1998.

Fattah, Nanang, Ekonomi & Pembiayaan Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.

Megawangi, Ratna, dkk, Pendidikan Holistik, Jakarta: Indonesia Heritage Foundation, 2005.

Nurulpaik, HK, “Pendidikan Sebagai Investasi,” dalam http://www.pikiran –rakyat.com/cetak/0404/05.

Saefuddin, A. M., et al., Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi, Bandung: Mizan, 1987.

Sidi, Indra Djati, Menuju Masyarakat Belajar:Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta: Paramadina, 2001.

Suyanto dan M.S. Abbas, Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa, Yogyakarta: Adicita, 2001.
Suryadi, Ace, Pendidikan,Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi, Jakarta: Erlangga, 1999, h. 247.

Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional (Dalam Percaturan Dunia Global), Jakarta: PSAP, 2006.

Wahono, Francis, KapitalismePendidikan Antara Kompetisi dan Keadilan, Yogyakarta: Insist Press, Cindelaras, dan Pustaka Pelajar, 2001.
Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2000.





KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah SWT. Shalawat dan salam untuk Rasulullah Saw. keluarga dan para sahabatnya.
Makalah ini berjudul “Pembiayaan (Budgetting) Dalam Pendidikan: Analisis RAPBS MTs. Negeri Dumai ” yang merupakan tugas akhir pada mata kuliah Ekonomi Pendidikan. Dalam makalah ini ditekankan bahwa penyususnan RAPBS hendaklah ditata seemikian rupa sehingga fungsi-fungsi anggaran dapat tepat sasaran, efektif dan efisien.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu sangat diharapkan masukan dari Bapak dosen Pembimbing, sehingga kelemahan-kelemahan yang ada dapat dikurangi. Penulis mengaturkan terima kasih atas bimbingan Bapak sehingga tulisan dalam makalah ini dapat diselesaikan, demikian pula atas motivasi-motivasi yang Bapak berikan, sehingga penulis mempunyai keberanian menulis problem-problem pendidikan dan keislaman di Koran harian Dumai Pos.
Demikian, semoga bermanfaat.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer